Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kisah Lore Lengkap Cerita hero Bruno yang direvamp - Sinopsis Bahasa Indonesia

 

Tugas Bruno sebagai Kapten Eruditio Ranger membuatnya sangat sibuk, namun waktu luangnya yang singkat dia habiskan untuk bermain sepak bola bersama anak-anak di pasar. Bruno selalu ceria dan antusias, dia selalu membawa hadiah dan makanan untuk anak-anak itu. Dia seperti idola di mata mereka, dan anak-anak suka mendengar cerita masa lalu Bruno, dan bagaimana dia dapat mahir dalam bermain sepak bola.

Bruno selalu memulai ceritanya dengan kutipan dari sebuah lagu anak-anak.

"Jika kamu belum merasakan tiap butir pasir dengan telapak kakimu, maka kamu belum merasakan kebebasan sejati."

Lagu ini terkenal di seluruh Agelta Drylands dan Bruno telah menghafalnya sejak ia masih kecil. Lagu itu membentuk dirinya hingga saat ini. Dia menyanyikan lagu itu sambil menatap langit gurun. Dia bersumpah untuk menjelajahi setiap sudut Land of Dawn dengan kedua kakinya, untuk menyentuh setiap butir pasir dan menemukan kebebasan sejati.

Saat umurnya sudah cukup, Bruno bekerja di karavan milik teman lamanya Thiago. Karavan mereka berkelana antara Agelta dan Moniyan Empire setiap tahun, dan kadang mereka berbisnis di pelabuhan Frozen Sea.

Pekerjaan mereka membosankan dan melelahkan, seperti memindahkan barang-barang berat, merawat unta, membersihkan pasir dari terpal, dan pekerjaan berat lainnya. Tetapi Bruno tidak merasa keberatan. Baginya, kegembiraan dari perjalanan mereka dengan karavan jauh lebih berharga daripada kesulitan yang dihadapi.

Namun, tak lama kemudian nasib buruk menimpanya.

Karavan berhenti di Firewind Valley untuk beristirahat setelah berjalan lebih dari setengah hari di bawah teriknya mentari melawan angin kencang. Para pekerja baru saja akan melakukan tugas mereka saat angin kencang dan pasir tiba-tiba menghantam karavan. Kehebohan itu mengejutkan para unta dan membuat mereka berlari, menarik kereta yang penuh ke satu sisi. Thiago, yang sedang bekerja di kereta, hanya dapat melihatnya jatuh ke arahnya.

BOOM!

Kereta itu terjatuh ke samping dan meniupkan gumpalan debu ke udara. Para pekerja bertanya apakah ada yang terluka, dan mendengar Thiago berteriak. Saat debu telah memudar, mereka melihat Thiago terbaring di tanah di sebelah kereta, tidak terluka namun gemetar. Thiago langsung menunjuk ke arah kereta dengan ekspresi ketakutan. Beberapa saat sebelum kereta itu jatuh, Bruno berlari dan mendorong Thiago ke tempat aman, namun Bruno tidak dapat melarikan diri.

Semua orang berkumpul dan menarik Bruno dari bawah kereta. Pada hari itu nyawanya terselamatkan, namun Bruno tidak dapat berjalan lagi.

Para pemilik karavan tersentuh dengan pengorbanan Bruno, dan memutuskan untuk mengizinkannya tetap bersama mereka mulai sekarang. Mereka akan menjadi kaki Bruno dan membawanya melihat dunia.

Seiring berjalannya waktu, Bruno berusaha untuk tetap optimis. Dia masih mengobrol dan bercanda dengan yang lain, dan selalu memasang wajah ceria, namun Thiago dapat melihat perubahan pada sorot mata Bruno. Semangat dalam diri anak muda itu perlahan menghilang.

Suatu malam, rombongan mereka berhenti untuk beristirahat bersama rombongan pengembara lainnya. Saat semua orang duduk mengelilingi api unggun, seorang penyair mulai menyanyikan lagu yang tidak asing.

"Jika kamu belum merasakan tiap butir pasir dengan telapak kakimu, maka kamu belum merasakan kebebasan sejati."

Bruno tiba-tiba dihantam perasaan campur-aduk. Dia membalikkan badannya diam-diam untuk menyembunyikan rasa sakitnya dari semua orang. Thiago, yang duduk di dekatnya, ikut membalikkan badan untuk menyembunyikan air matanya.

Esok harinya, karavan mereka berangkat ke Eruditio, pusat rute perdagangan antara Agelta dan Moniyan Empire. Setiap tahun, karavan mereka akan melewati Eruditio dan menetap selama hampir satu bulan sambil melakukan perdagangan dalam skala besar.

Suatu pagi, Thiago tiba di tenda Bruno dengan ekspresi gembira yang belum pernah dilihat Bruno sejak kecelakaan itu. Seorang pria berpakaian rapi berjalan di belakang Thiago dan memperkenalkan dirinya sebagai kepala peneliti robotik di Eruditio. Dia sedang mencari seseorang untuk menguji coba prototipe prostetis yang didasarkan pada teknologi Starlium terbaru. Sang ilmuwan mendengar kisah Bruno yang menginspirasi dan memuji keberaniannya, dan setelah mengamati tubuh Bruno yang kuat dan tangguh, peneliti itu memutuskan bahwa Bruno adalah kandidat yang cocok untuk proyek ini.

Saat itu juga, mata Bruno berbinar. Mimpi yang hampir ia tinggalkan itu sekarang muncul lagi di hadapannya.

Namun, peneliti itu menjelaskan bahwa teknologi ini masih bersifat uji coba, dan bahkan jika operasinya berhasil, Bruno bisa saja tidak dapat berlari seperti sebelumnya.

Bruno merasa ragu, namun dia melihat ke arah Thiago dan melihat air mata haru pada pelupuk matanya. Bruno belum pernah melihat Thiago seperti ini, bahkan saat bisnis mereka untung besar. Tidak ingin mengecewakan teman lamanya, dia setuju untuk pergi dengan sang peneliti dan melihat penelitian mereka sendiri.

Saat tiba di laboraturium, Bruno menyadari suasana yang sangat berbeda dari apa yang dibayangkannya. Saat para ilmuwan dan peneliti menunjukkan gairah dan semangat mereka, dia teringat kesibukannya di karavan, dan dia pun tersenyum.

Bruno akhirnya setuju untuk dioperasi. Setelah hari yang sibuk di laboratorium, sang peneliti mendorong kursi roda Bruno untuk melihat Menara Pengetahuan saat matahari terbenam. Bruno telah lama berada di kota ini, namun baru sekarang dia benar-benar terdiam untuk melihatnya.

Saat dia melihat penduduk kota berjalan dengan cepat dan penuh semangat, Bruno bertanya:

"Mengapa kalian bekerja begitu keras untuk seseorang sepertiku?"

Sang peneliti menjawab dengan yakin:

"Karena itulah semangat Eruditio! Setiap hal yang kami lakukan, kemajuan yang kami capai, adalah untuk mewujudkan impian banyak orang! Dengan kekuatan ilmu pengetahuan dan teknologi, suatu hari nanti kita tidak lagi terikat pada takdir kita. Itulah makna kebebasan yang sesungguhnya. Sebagai peneliti, kami sangat senang dapat berkontribusi untuk tujuan ini."

Saat peneliti itu menjawab, pandangannya melihat jauh ke depan, seolah menatap masa depan.

Di hari yang sama saat karavan mereka harus berangkat dari Eruditio, operasi akhirnya selesai dan Bruno kembali berdiri untuk pertama kalinya setelah sekian lama. Saat itu, dia memutuskan untuk tinggal di Eruditio dan melindungi semua bagian kota ini. Bruno pergi ke karavan untuk mengucapkan selamat tinggal pada Thiago. Saat dia datang, Thiago melihat Bruno berdiri dengan semangat yang kembali membara di matanya, dan dia langsung mengerti lalu tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.

Di sinilah kisah berakhir.

"Jadi apa kalian mengerti? Kunci bermain sepak bola adalah untuk mengoper bolanya!" Ucap Bruno dengan wajah datar.

"Apa hubungannya cerita itu dengan sepak bola?!", anak-anak itu protes sebelum pergi dan mengoceh karena merasa ditipu lagi. Bruno tersenyum sambil melihat pemandangan menakjubkan dari Menara Pengetahuan di bawah cahaya matahari terbenam.

Bruno tidak lagi berpetualang sekarang, namun dia tidak pernah beralih dari jalannya untuk menuju kebebasan sejati.